Rabu, 13 Januari 2010

LANGITPUN MAU RUNTUH

By Risman. S.Pd.


Bagian 1
Kecerdikan Kancil dalam dunia perdongengan memang sudah tak bisa kita bantah lagi. Ketika suatu saat Pak Tani memergoki, si Kancil yang sedang asyik mencuri ketimun di kebunnya, pak tani-pun geram dan berusaha untuk menangkapnya. Meskipun demikian, pak tani tidak serta merta menubruk dan menjerat si Kancil, karena ia sadar betul akan kecerdikan dan kelicinan si Kancil. Pak tani mulai memutar otaknya sambil membiarkan si Kancil menikmati sedikit ketimun di kebunnya.



“Kalau saya tangkap saat ini tentu dia akan lepas karena masih waspada dan larinya kencang, tapi kalau dibiarkan berlama-lama bisa habis ketimunku dan aku gagal mendapatkan untung dari hasil pertanian ini”, gumam pak tani. “Gimana yach…Ya Allah berilah petunjuk pada hamba-Mu yang lemah dan tak berdaya ini. Beberapa saat kemudian akhirnya Pak tani mendapat ide, “untuk menangkap si licin maka diperlukan siasat dan taktik yang jitu” (OK lah kalooo begitu…!)
Pak tani kemudian pulang ke rumahnya untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan.
Sesampai di rumah pak tani mengambil tempurung kelapa yang masih bulat kemudian dipasang bambu, untuk membentuk tubuh dan tangan. Tak lupa pak tani memberinya pakaian hitam-hitam serta memasang caping di tempurung kelapanya. (Oh…rupanya pak tani membuat orang-orangan sawah). Agar orang-orangan sawah dapat bekerja secara optimal, kemudian Pak tani melumuri seluruh tubunya dengan getah pohon nangka. “Bagus…, perangkap sudah fix dan siap dipasang, awas siap-siap kau Cil, kalau tertangkap akan ku buat gulai”, kata Pak tani dengan bangganya.
Usai sholat ashar, Pak tani membawa orang-orangan sawah ke kebun dan menanam diantara pohon ketimunnya. Maka orang-orangan sawahpun berdiri tegap seolah-olah memandangi seluruh tanaman ketimun milik Pak tani dan siap melawan semua jenis mahluk hidup yang hendak merusak atau mencuri tanaman milik tuannya. Setelah semuanya dianggap beres, Pak tani meninggalkan kebunnya dengan sejuta harapan bahwa orang-orangan yang dibuatnya akan dapat menangkap musuhnya atau paling tidak dapat membuat takut sehingga si kancil tak berani mencuri lagi.
Suasana perkebunan timun pak tani di Malam Hari.
Merdunya irama jangkrik yang syahdu, celotehan kodok yang saling bersahutan, kerlap-kerlip kunang-kunang serta sorotan sinar bulan purnama, membuat sel-sel muka bumi terasa indahnya. Suasana yang demikian dimanfaatkan oleh seluruh mahluk hidup yang ada untuk keluar dari rumahnya dan bersuka ria dengan yang lainnya. Sayup-sayup dari kejauhan terdengar anak-anak bermain sambil bernyanyi :
“Ya prakanca dolanan ing njaba
Padang mbulan, padange kaya rina
Rembulane… ne… wes awe-awe
Ngelingake aja turu sore-sore.”
(“Mari teman-teman bermain di halaman. Terangnya cahaya bulan, seakan-akan disiang hari. Bulannya sudah menanti-nanti. Mengingatkan jangan tidur di sore hari”)
Dengan loncatan-loncatan yang indah dan suasana hati yang ceria, seperti biasa kancil memulai aksinya menuju kebun timun milik pak tani. Sesampainya ditempat, “Oh…my God….!! Siapa itu yang ada di sana..!!”, pikir kancil sambil terkejut. Setelah diamati beberapa saat. “Itu Pak tani apa hantu ketimun ya ?,” dalam hati Kancil. “Kalau itu Pak tani, kenapa hanya diam saja seperti patung ? tapi kalau hantu ketimun, kenapa mirip Pak tani ? Jadi yang benar, dia itu hantu atau pak tani, jadi bingung aku,” kata kancil sedikit takut dan penasaran. Untuk mengobati rasa penasarannya, akhirnya sambil mengendap-endap (seperti Tim Densus 88 yang mau menangkap Ibrahim) Kancil mendekati orang-orangan sawah. Setelah jaraknya agak dekat (± 5 m) sambil tetap berlindung di antara pepohonan, kemudian kancil mencoba memancing reaksi dengan melempar batu kepada mahluk yang dicurigai sebagai pak tani atau hantu ketimun. “Krodaaakkk…krasakz…buuugz,” suara batu yang tepat mengenai tubuh orang-orangan sawah. Kancil jadi penasaran. “Kenapa tidak ada reaksi ? Padahal batu tadi kan mengenai tubuh itu dengan kerasnya” Kancil bertanya pada dirinya sendiri.
Dengan kejeniusan yang dimilikinya, setelah melalui sedikit uji hipotesa Kancil mengambil sikap dan memutuskan bahwa, “itu bukan Pak Tani, itu juga bukan hantu ketimun tapi itu adalah benda yang dibuat oleh Pak Tani yang mirip dengannya dan berfungsi untuk menakut-nakuti orang atau binatang yang hendak mencuri ketimun (titik..nggak pake koma!!)”. Dengan sombongnya Kancil berkata, “Kancil gitu looch…!!!”.
Setelah memastikan bahwa itu bukan pak tani atau hantu ketimun, maka Kancil mulai memberanikan diri mendekati benda itu dan berkata,”Kancil mau di bohongi, enggak mempan laa yaauuuu!!” (sambil memukulkan satu kaki depannya yang kiri kepada tubuh orang-orangan sawah)
“Aduuh Biyuuung…!! (aduh emak)……!!,” teriak kancil ketika kakinya tidak dapat dilepas dari tubuh orang-orangan sawah yang telah dilumuri getah oleh Pak Tani.
“Lepasin enggak ..!!!!” bentak Kancil sambil marah. Karena tidak ada respon, maka kancil memukul kembali orang-orangan sawah dengan satu kaki depannya yang sebelah kanan.
“Buuggzz…..” suara pukulan kaki kancil yang mengenai tubuh orang-orangan sawah. Sekali lagi kancil berteriak,” Aduuh Biyuuung….ampun….ampun!!” karena kaki kanannya pun menempel pada tubuh orang-orangan sawah.
Tanpa sadar sambil terus berteriak-teriak dan meronta-ronta ternyata kedua kaki belakangnya pun menempel juga pada tubuh orang-orangan sawah tersebut. Sambil mengangis, kancil memohon ampun, “eeeh…eehng… ampun tuan hantu pak tani”
“Saya janji ….(suer dech) saya tidak akan mencuri lagi’
“eeeh…eehng… ampun tuan hantu pak tani”
“Saya mohon, saya jangan dipotong yach…”
“e eeeh…eehng…Tuan Hantu Pak Tani, ganteng dech..” (sambil merayu agar ia dibebaskan)

Kita tinggalkan sejenak nasib buruk yang menimpa Kancil
Lets go….

Kukuuruuyuuuuk….ku..ku..ruuyuuuk….., (suara ayam jantan Pak Tani membangunkan tuannya agar segera bangun dan mengerjakan sholat subuh).
Mendengar si Jliteng (panggilan akrab Pak Tani kepada ayam jagonya) berteriak-teriak, akhirnya pak tani terbangun dari lelapnya tidur.
Pak Tani : “Bune…bune….bangun hari sudah pagi”
Mbok Tani : “Engggg… iya.”
“Pa’e, sudah sholat subuh belum? Kok pagi-pagi gini sudah mau pergi, emangnya mau kemana ?”
Pak Tani : “Sudah, saya mau ke kebun nengok apakah perangkap yang bapak pasang kemarin bisa menangkap kancil atau tidak”.
Mbok Tani : “Ya udah, hati-hati Pa’e”
Pak Tani : “Oh yah Bune, siap-siap bikin gule kancil yah !”
“Assalamu’alaikum…” (pak tani keluar rumah)
Sambil berdendang kecil, pak tani berjalan menuju kebun timunnya.
“Gesangipun tani uu..tuuun,
Wungu nendra, esok umun-umun
Tan sarapannn, nulya….
(Hidupnya seorang petani sejati, bangun tidur dipagi hari, tanpa makan pagi, kemudian ….)
Sebelum nyanyiannya selesai, ternyata pak tani sudah sampai di kebunnya. Dan betapa bahagianya ketika disana dilihat seekor kancil yang menempel di tubuh orang-orangan sawah yang dibuat sebagai perangkap
“Alhamdulillah…puji syukur kupanjatkan kehadirat-MU ya Allah atas segala nikmat yang Engkau berikan padaku dipagi hari ini,” doa pak tani.
Kemudian pak tani mengeluarkan seutas tali yang memang sudah disiapkan dari rumahnya untuk mengikat kancil tersebut.
“Hemmm…gemuk sekali kancil ini, pasti dagingnya empuk,” kata pak tani dengan girangnya. Sambil terus membayangkan hari ini akan makan besar, pak tani bergegas pulang dengan memanggul kancil dipundaknya.
Pak Tani : “Bune…bune… , ini loh lihat apa yang saya bawa!”
(teriak pak Tani kegirangan. Kemudian pak tani meletakan kancil yang masih terikat ke dalam kurungan ayam di belakang rumah)
Mbok Tani : “Pa’e kancilnya gemuk sekali, pasti enak sekali kalau di masak gulai”.
“Pa’e sebelum kita potong kancil itu sembari saya menyiapkan bumbunya, sebaiknya bapak cari kayu bakar dulu karena persediaan kayu kita telah habis”.
Pak Tani : “Baiklahlah bune, saya berangkat cari kayu tapi jaga jangan sampai kancil itu melarikan diri.”
Mbok Tani : “Siip lah….”

Sambil menunggu persiapan masak yang dilakukan oleh pak tani dan mbok tani mari kita tengok nasib malang si kancil

Kancil : “Eegh ….eee eegh…tamatlah riwayatku”
(si kancil terus menangis sambil meratapi nasibnya yang malang)
“Kenapa saya jadi bodoh begini….”
“Kenapa nasibku berakhir dengan tragis ??”

Ketika Kancil sedang meratapi atas kebodohannya tiba-tiba terdengar….

Si Jliteng : “Kwik…kwik …. Ku ku ruyuuuuk….!”
“Kayaknya ada yang lagi ketawa dalam rumahku”
Kancil : “Menghina yah, aku bukan lagi ketawa tapi aku sedang menangis tauuu !”
Si Jliteng : “Emangnya kamu siapa, kok ada di dalam kurunganku dalam keadaan terikat”.
Kancil : “Oh ya sampai lupa mengenalkan diri”
“Namaku Kancil…”
“Aku dipaksa oleh pak tani agar mau menikah dengan putrinya”

(Kancil dengan kecerdikannya mencari simpati pada ayam jago piaraan pak tani)

Si Jliteng : “Ah yang bener… kamu lagi nggak bohong kan..??”
“Aku saja yang sudah bertahun-tahun mengabdi di rumah pak tani nggak pernah ditawari menikah dengan putrinya padahal aku tiap pagi selalu membangunkan beliau untuk sholat subuh”
Kancil : “Ya enggak lah, masa saya bohong sih?”
Si Jliteng : “Kalau nggak bohong, kenapa kamu diikat dan dimasukan ke dalam kurunganku ?”
Kancil : “Itu karena saya menolak permintaannya, biar saya tidak kabur maka saya diikat dan dimasukan kedalam kurunganmu”
“Lihat saja ke dalam, pasti pak tani tidak ada di rumah karena sekarang dia sedang memanggil pak penghulu untuk menikahkan saya dengan putrinya”

(Kancil menyakinkan pada si Jliteng)

“Biar putri pak tani cantik namun saya tidak mencintainya, maukah kamu membantuku menggantikan posisiku untuk menikahi putri pak tani ?”

(mendengar tawaran tersebut, si Jliteng seakan-akan tak percaya)

Si Jliteng : “Yang benar…., enggak salah dengar kan ?”
Kancil : “Nggak, kamu tidak salah dengar, kamu juga tidak lagi bermimpi”
“Ini kenyataan jadi nggak usah pakai bengong gitu, jelek tau…!”
“Kamu sebenarnya ganteng kok, jadi pantas kalau kamu yang mendapatkan putri pak tani”
“Jadi kamu mau nggak menggantikan saya ?”

(tanpa pikir panjang si Jliteng langsung menjawab)

Si Jliteng : “Aku bersedia, aku mau !”
Kancil : “Ok, kalau kamu setuju berarti kita deal”
“Karena kita sudah setuju maka tolong keluarkan aku dari kurungan dan buka ikatan ini”

Akhirnya Si Jliteng mengeluarkan Kancil dari kurungan dan membuka ikatan yang melilit keempat kakinya. Kemudian sesuai dengan perjanjian maka kancil mengikat kaki Si Jliteng dan memasukan ke dalam kurungan.
“Wahai Jliteng sahabatku, selamat menempuh hidup baru dan bersenang-senang dengan Putri Pak Tani,” kata kancil memberi ucapan kepada ayam jago milik pak tani.
“Kwak….kakk.. kwak….kakk …prikitew …akhirnya aku selamat”
“Merdeka….merdeka…aku tidak jadi mati”
“Kancil gitu loch…..”
Kancilpun buru-buru lari meninggalkan rumah pak tani.

Bagaimana dengan nasib Si Jliteng ?

Tunggu Episode berikunya……..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar